Selasa, 28 Juli 2015

Nafas tua

Kemarin sempat berkeliling, mengitari malamnya Jakarta, seperti biasa, menaiki kuda besi tahun 1990 yang senantiasa menemani saat suka maupun duka. Namanya Imron, warnanya biru tua, sering mogok dijalan, tapi Imron temennya banyak, orang gak kenal aja mau bantuin Imron kalau dia lagi trouble.

Imron itu baik, dia beretika. Loh, kok bisa? Iya, kalau aku menungganginya, aku semacam dipaksa memberi salam, entah melaimbai tangan atau menyapa sesama penunggang lain yang mengendarai sesama jenis seperti Imron.  Bahagia itu terasa jadi lebih sederhana, cukup saling sapa, dan saling senyum tanpa adanya kecanggungan, itu semua terjadi karena kita ada kesamaan rasa. Jadinya langsung bisa saling mengerti.

Imron itu satu satunya yang mengajari arti dari kesetiaan. Loh, coba fikir, ini 2015 dan elu masih pake barang tahun 1990? sumpah, ketinggalan zaman banget. Haha, kamu paham?
Tapi kalau buat bonceng kamu aku masih canggung, Imron itu berisik, orang secantik kamu pasti enggak suka berisik, Imron sedikit manja, sedikit sedikit berhenti di tengah jalan, dielus elus dikit baru deh dia mau jalan lagi. Kamu pasti gak akan suka.

"Aku tak punya cukup uang untuk membuatmu bahagia dengan barang mewah itu.
Aku hanya punya Vespa, sudah tua lagi, tapi kemanapun kamu mau, mari kita jelajahi."

Minggu, 26 Juli 2015

Tentang sore

"Aku selalu ingin menjadi angin disore hari. Menghebuskan diriku ke arahmu, membisikan isyarat bahwa. Hey, aku masih ada dan belum tenggelam". - Udara, (Kresna Bayu Pratama).